“beres, non..”. Tian pun kembali ke kamarnya.
“ahaha..senangnya nggak ada syuting hari ini..”, ucap Tian dengan tawanya yang khas. Tian berganti pakaian untuk pergi ke mall. Sudah janji dengan temannya akan jalan-jalan seharian karena hari ini bebas syuting, yeeey.
“ayo, Pak..kita berangkat..”.
“ayo, non..”. Tian langsung masuk ke dalam mobil sedannya yang mewah itu. Mobilnya juga sudah dipanaskan, Dadang langsung mengemudikannya keluar rumah. Tak ada percakapan antara Dadang dan Tian karena Tian sibuk sendiri dengan hpnya.
“Pak Dadang pulang aja dulu..ntar kalo Tian mau pulang, Tian telpon deh..”.
“oke, non..Pak Dadang nanti jemput di sini lagi, non ?”.
“ng..ntar Tian telpon jemput dimana, soalnya mau jalan-jalan juga..”.
“ok deh..Pak Dadang pulang dulu ya, non..”. Tian berjalan masuk ke dalam mall. Cukup banyak juga yang mengenalinya terutama kalangan ibu-ibu. Memang, dia belum terlalu tenar, tapi setidaknya, banyak yang sudah mengenalnya.
Baca Selengkapnya>>
“eii Sherl..”, gadis cantik bergigi gingsul itu langsung memeluk sahabatnya.
“udah lama Sherl ?”.
“baru nyampe kok gue..”.
“maaf nyaa Sherl, tadi ada ngajak foto-foto hehe..”.
“duuh, tau deh yang artis lagi makan daun hahaha”.
“ah lo tuh makan daon kayak kambing ahaha. yaudah Sherl, kita nonton aja yuuk..”.
“okee..”. Usai membeli tiket, Tian dan Sherly duduk di cafe.
“eh Ti..ada yang ngeliatin kita dari tadi..”, bisik Sherly.
“mana ?”.
“itu..di belakang kita..”. Perlahan, Tian menengok ke belakang.
“iih itu mah Om-om ganjen..lo mah ada-ada aja..iih..”.
“ya kan lumayan, siapa tau aja bisa jajanin kita hihi..”.
“jangan ah, bahaya tau maen-maen ama Om ganjen ahaha”. Banyak yang melirik. Meskipun gayanya tomboy, wajah Tian cukup menarik perhatian cowok, gigi gingsulnya pun menambah imut wajahnya. Sherly pun tak kalah cantik. Tak heran mereka berdua menarik perhatian. Tian dan Sherly menghabiskan banyak waktu di mall tersebut. Waktu terasa cepat berlalu jika bersama Sherly. Begitu juga sebaliknya. Mereka berdua memang sangat cocok. Keduanya sama-sama tomboy dan tak jaim, tak heran kalau mereka berdua klop.
Bosan di mall saja, mereka pergi ke tempat lain dengan taksi.
“kita kemana lagi nih, Sherl ?”.
“kemana yaa yang enak ?”.
“ke Taman XXX aja kayaknya enak..lagi pengen jalan-jalan di taman nih..”.
“oke deh..Pak, ke Taman XXX yaa..”. Mereka berdua hanya berjalan-jalan saja, mengobrol sambil duduk di bangku taman. Sementara orang-orang yang di sekitar mereka sibuk berpacaran, Tian dan Sherly sibuk ketawa-ketiwi.
“eh, Sherl..ada yang maen basket tuh..kita liat yuk, siapa tau ada yang ganteng”.
“betul juga, yuuk..”. Meskipun malam, ternyata ada juga yang bermain basket malah bisa dibilang ramai.
“ah nggak ada yang ganteng, Ti..nggak wajar semua mukanya. hahaha”.
“waduuh..nggak wajar, ada-ada aja bahasa lo..”.
“hai..boleh kenalan gak ?”. Tiba-tiba ada 2 orang yang menyapa Tian dan Sherly.
“mm..”.
“kenalin, nama gue Tomi..”.
“gue Andri..”.
“Tian..”.
“Sherly..”.
“kok pada beduaan aja ? pacarnya kemana ?”.
“kita cuma bedua aja..”.
“kok gak ama pacarnya ?”.
“kita nggak punya pacar..”.
“yang bener ? masa cewek cantik kayak kalian nggak punya pacar ?”.
“iyaa bener..”. Sementara Sherly sibuk berbicara dengan Tomi dan Andri. Tian mengirimkan sms ke Dadang agar dia menjemputnya di Taman XXX.
“maaf Tomi, Andri..kita mau pulang yaa..”, jawab Tian yang mulai agak takut karena baru sadar hanya tinggal mereka berdua cewek yang ada di sana, cewek-cewek yang tadinya ada beberapa, sudah pulang.
“kok buru-buru sih ?”.
“kalo kita anter..mau ya ?”.
“nggak usah..makasih..ayo, Ti…”. Mereka berdua buru-buru meninggalkan lapangan basket. Tomi dan Andri mengikuti Tian dan Sherly dari belakang. Sadar diikuti, Tian dan Sherly mempercepat langkah mereka. Tiba-tiba di persimpangan jalan, Tian dan Sherly dihadang 2 lelaki di depannya. 2 lelaki itu muncul dari balik pohon di dekat persimpangan.
“ee..eh nona-nona cantik ini mau kemana ?”, tanya cowok berwajah culun namun berbadan besar.
“iya nih, pada mau kemana ? malem-malem gini. mending ikut seneng-seneng ama abang nyook HAHAHA”.
“tolong jangan ganggu kami”, ujar Sherly yang menuntun Tian untuk menghindari 2 lelaki itu. Tentu, salah satu pria itu langsung menghalangi mereka.
“eh jangan buru-buru dong..kita nggak mau ganggu, cuma mau ngajak seneng-seneng aja. hehehe !!”.
“tolong
lepasin kami !!”.
“LEPASIN !!”. Tian dan Sherly berusaha berontak untuk melepaskan diri, tapi 2 orang gadis ABG melawan cengkraman dan dekapan 2 orang lelaki dewasa yang berbadan besar tentu tak seimbang.
“WOII !!”, suara orang berteriak. Harapan singgah di hati Tian dan Sherly saat melihat Tomi dan Andri yang ternyata masih mengikuti mereka.
“TOLONG, TOM !!”.
“ANDRI, TOLONG !!!”. Andri dan Tomi mendekati mereka.
“eh bang Edi, darimana aja, bang ?”.
“tadi gue abis nyari jablay di pengkolan sono ama Tohar..”.
“iye, kite bedua nyari jablay..kagak ade yang cakep, eh di sini malah dapet neng-neng yang cakep gini KEKEKE !!”, ujar Tohar.
“AAAA !! HHEEGGHHH !!”, Sherly kesakitan saat Edi meremas payudaranya dengan sangat kasar.
“buset ini toket..kecil-kecil tapi empuk banget..manteb !! OOHH !!”.
“NNHHH !!”, remasan Edi terlalu kencang dan kasar bagai sedang meremas benda empuk. Padahal itu bukan benda empuk biasa melainkan sepasang payudara ranum milik seorang gadis ABG cantik bernama Sherly.
“kenapa ? lo berdua kaget ? nih abang bedua kenalan gue, mang enak lo..coba lo tadi kagak lari, kan tugas lo bedua cuma ngelayanin gue ama Tomi. sekarang lo juga mesti ngelayanin bang Edi n’ bang Tohar GWAHAHAHA !!!”.
“AAHH !! STOOP !!! EENGGHH !!!”, Tian juga merasa sakit, Tohar tanpa ampun meremas-remas payudaranya.
“ayo, bang, kita punya memek gratis malam ini”.
“memek cakep lagi GAKGAKGAKGAK !!”.
“BERHENTI !! POLISI !! DORRR !!”. Tohar, Edi, Andri, dan Tomi langsung lari terbirit-birit. Tian dan Sherly limbung dan terjatuh ke jalan. Mereka terselamatkan dari pemerkosaan.
“non Tian n’ non Sherly nggak apa-apa ?”.
“nggak apa-apa, Pak..”, jawab Tian setelah melihat Dadang yang memapahnya.
Dadanya masih sedikit sakit.
“ayo non Tian, non Sherly..kita ke mobil”. Suara polisi itu hanya rekaman saja dari hp Dadang. Keisengannya merekam suara polisi di sinetron waktu itu ternyata bermanfaat juga. Dadang membantu Tian dan Sherly berdiri. Mmm, benar-benar harum tubuh kedua gadis belia. Tak bisa dipungkiri, Dadang sangat menikmati aroma tubuh Tian dan Sherly saat memeluk mereka untuk membantu mereka berdiri. Untung aja, Pak Dadang dateng, pikir Tian yang bersukur Dadang datang tepat pada waktunya.
“Tian, aku pulang dulu yaa..Pak Dadang, Sherly duluan yaa..”, pamit Sherly yang telah diantar Dadang sampai ke rumahnya.
“iya, Sherl..”, jawab Tian singkat.
“iya non Sherly..”. Usai mengantar Sherly, Dadang dan Tian menuju rumah.
“non Tian nggak apa-apa ?”. Tian terlihat masih agak syok dengan kejadian yang baru ia alami.
“iyaa, Tian nggak apa-apa, Pak..”. Tian langsung menuju kamar begitu sampai di depan rumah. Tanpa ba bi bu, Tian langsung mengunci diri di kamarnya dan juga menutupi pintu berandanya.
“hhh..”. Tian tidur terlentang dengan kaki menyentuh lantai. Dirinya tak menyangka, sampai sekarang tak ada yang menyentuh payudaranya. Payudaranya yang masih dalam pertumbuhan, sangat ranum. Tian menangkup kedua buah daging kenyalnya itu. Cengkraman kasar preman tadi masih terasa sampai sekarang. Tian bingung, rasanya dia ingin sekali lagi merasakan remasan pada payudaranya. Tian menggeleng-gelengkan kepala, tak mengerti yang dipikirkannya sendiri. Tiba-tiba handphonenya berbunyi, tertera nama Sherly di hpnya.
“halo ?”.
“Ti, lo nggak apa-apa ?”.
“ng..”.
“lo nggak kenapa kenapa, kan?”.
“nggak, Sherl..”.
“oh syukur deh..”. Tian bingung, nada suara Sherly biasa-biasa saja, seperti tak terjadi apa-apa.
“lo ?”.
“ah gue nggak apa-apa, Ti..”.
“tapi gue ngerasa aneh, Sherl..”.
“aneh gimana ?”.
“kok gue masih kerasa ampe sekarang ? n’ kok gue malah pengen ngerasain lagi ?”.
“ya emang gitu, Ti..”.
“maksud lo ?”.
“ya gue juga pas pertama kali juga kayak gitu..”.
“ha ? gue gak ngerti ?”.
“ya pas gue ngerasain pertama kali toket gue diremes-remes yaa emang kayak lo perasaannya..”.
“jadi lo udah pernah ngerasain ?!”, Tian kaget dengan jawaban temannya.
“iyaa, tiap hari. nyokap gue selalu mijitin toket gue..”.
“kok ???”.
“nyokap gue bilang harus dipijit tiap hari biar ntar bagus..”.
“oh, gitu..jadi emang harus dipijit ya ?”.
“iya, Ti..tapi tetep aja tadi sakit juga ya, Ti. hahaha”. Mereka berdua mengobrol seperti biasa seolah tak sadar kalau mereka tadi hampir menjadi korban perkosaan yang marak di kota metropolitan ini. Usai bertelpon-telponan dengan Sherly, Tian masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh supaya tidurnya nanti malam bisa nyenyak setelah mengalami peristiwa yang tak mengenakkan di taman kota tadi. Tian memang enggan mengenakan bh dari dulu, tak heran ia hanya memakai celana dalam sebelum mengenakan baju setelah selesai mengeringkan tubuh. Dia menyalakan tv dan tidur santai di atas ranjangnya yang empuk, dia masih memikirkan kejadian tadi.
Dia malu sendiri, ternyata tanpa sadar ia menyukai payudaranya diremas-remas seperti tadi. Mata Tian pun terasa berat. Saat sedang setengah bangun setengah sadar, Tian merasa ada yang menindihnya.
“Pak Dadang ??!!”, Tian terkejut mengetahui siapa yang menindihnya.
“maaf, non..Pak Dadang udah gak tahan..hhh hhh”. Tian ketakutan, pandangan supirnya itu mengerikan seperti ingin memangsanya saja.
“jangan, Pak ! TOLOONG !!”. Dadang memegangi kedua tangan Tian, tapi tak membungkam mulut Tian.
“TOLOONGG !!! TOLOONGG !!”, Dadang tak mengindahkan teriakan Tian. Dadang malah mulai menciumi batang leher Tian membabi buta.
“jangan, Pak..tolong..emmm”. Tian tak bisa menghentikan serbuan mulut Dadang pada lehernya. Tubuhnya yang ditindih serta kedua tangannya yang ditahan Dadang membuat artis muda nan cantik itu tak berdaya melakukan perlawanan.
“ccupph cupphh cupphh”, kecupan bertubi-tubi dari Dadang jelas memberikan efek aneh yang mulai dirasakan Tian.
“jangaan Paakhhh…”, penolakan Tian semakin lemah, rasa hangat mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Rasa hangat yang terasa menggelitik namun mengenakkan.
Tian tak kuasa menolak rasa itu apalagi Dadang mulai menjilati lehernya. Gemetar geli nikmat menjalar di sekujur tubuh Tian. Suatu sensasi yang baru dirasakannya.
“aahhh…hhhmmm…iihiihii..”, Tian terkekeh kegelian saat Dadang menjilati daun telinga kanan dan kirinya.
“mmpphhh eemmmhhh ccppphhh”. Dadang melumat bibir Tian habis-habisan. Tian pun gelagapan dicumbui Dadang, tapi matanya terpejam. Tian tak mau menatap mata Dadang secara langsung, dia malu karena tanpa sadar dia mulai menikmati ciuman itu.
Secara refleks, tanpa disadari, Tian membalas pagutan Dadang. Lidahnya meng-counter lidah Dadang layaknya seorang yang ahli dalam berciuman. Dadang senang mendapat balasan dari Tian. Artinya dia sudah menguasai majikannya baik tubuh atau pikirannya. Dadang sudah bisa membayangkan nikmatnya tubuh majikannya yang selama ini menjadi fantasinya untuk masturbasi. Sambil tetap mencumbu Tian, Dadang mulai menggerayangi payudara Tian. Empuk sekali, seakan memegang bantal.
“uummm…”. Tunggu dulu, tak ada tekstur bh sama sekali di cengkraman tangan Dadang. Penasaran, Dadang langsung menyusupkan tangannya ke dalam kaos Tian dan terkejut ketika dugaannya benar. Tian memang tidak memakai bh. Dadang pun semakin semangat meremasi kedua buah payudara Tian. Empuk sekali dan ukurannya pun sangat pas dengan cengkraman tangannya.
“aaahhh mmmhhh Paaakkkhh uuummmhhh”. Dadang tak lagi mencium Tian, tapi asik meremasi payudara majikannya itu dengan kedua tangannya. Mencubit dan memilin-milin puting Tian yang menonjol di kaosnya. Dadang menyingkap kaos Tian ke atas.
“waah..”, Dadang terkesima dengan buah kembar Tian. Memang tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat ranum sekali. Putih mulus dengan pucuk payudara berwarna pucat. Bagai bakpau yang baru matang, begitu mengunggah selera, siap untuk disantap.
“eemmm…”, Tian sedikit menggelinjang, Dadang memilin-milin kedua putingnya yang sudah mengeras dan menjadi sangat sensitif.
Perlahan tapi pasti, bibir Dadang mendekati ‘pucuk’ buah Tian.
“nyymmm…”.
“eemmm aahhh mmmm”. Tian menggelinjang kegelian dan keenakan. Baru sekarang mendapatkan rasa seperti ini, dia menyukainya. Dadang beringas menikmati payudara ranum itu. Diciumi, dijilati, dicupangi payudara Tian yang putih mulus itu. Bagai bayi kelaparan, Dadang menyedot kuat-kuat kedua puting Tian dan sesekali dikunyahnya karena gemas dengan kekenyalannya. Tian hanya bisa menggeliat dan mendesah sambil terus merasakan sensasi baru itu. Dadang menurunkan tangannya, menangkup daerah pribadi milik Tian, bergerak naik-turun untuk mengelus-elus vagina artis muda itu. Mulut Dadang bergerak turun sampai ke perut Tian, menciuminya dengan seksama. Dadang pun mencolok pusar Tian dengan lidahnya. Bakalan susah nih, pikir Dadang saat melihat celana pendek berbahan jeans yang dikenakan Tian. Tubuh Tian, dari payudara sampai ke perut berkemilauan, berkemilauan karena air liur Dadang.
Saat Dadang mau menarik celana Tian, tiba-tiba pinggul Tian terangkat sehingga Dadang mudah melucuti celananya. Dadang tersenyum, ternyata majikannya memang sudah berada di dalam kuasanya. Hal sama terjadi saat Dadang melucuti celana dalam Tian. Kayaknya non Tian emang udah ‘pengen’, pikir Dadang. Dadang terkesima dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Sungguh putih mulus. Vagina Tian terlihat begitu indah, bibir kemaluannya masih menutup dengan sempurna. Bulu-bulu halus menghiasi bukitnya. Meski masih menutup mata, Tian sadar kalau bagian bawahnya sudah ‘terbuka’, secara refleks dia merapatkan kedua pahanya untuk menutupi daerah pribadinya. Dadang melebarkan paha Tian dan menggunakan kepalanya untuk mengganjal paha Tian agar tidak tertutup lagi.
“aaaahhh”, seketika tubuh Tian gemetar, listrik seakan menjalar di sekujur tubuhnya. Rasa itu terus berulang, rasa yang membuat nikmat. Tubuh Tian menggelinjang terus, kedua pahanya semakin merapat.
“aaahhh ooohhh mmmm aaaahhh”. Mau tidak mau, Tian membuka matanya.
Penasaran, rasanya begitu nikmat, dan selangkangannya semakin basah seiring dengan elusan benda yang hangat dan lunak.
“oohhh uuummmm”. Dengan mata sayup merasakan nikmat, Tian melihat kepala Dadang di selangkangannya. Benda lunak dan hangat itu terus mengusap-usap vagina Tian dan juga sering merogoh masuk ke dalam liang kewanitaannya, menyentuh bagian dalam vaginanya yang tentu menambah rasa nikmat. Secara alami, tubuh Tian bereaksi, kedua pahanya terbuka perlahan, semakin memberikan keleluasaan pada Dadang yang semakin gencar menyerbu selangkangan Tian. Tian terus mendesah dan menggelinjang keenakan. Sungguh sensasi yang luar biasa. Artis muda itu begitu pasrah pada rasa nikmat di selangkangannya, terlihat dari kedua pahanya yang sudah terbuka lebar.
“ooouuww UUUNNHHHH !!!”. Tubuh Tian menekuk ke atas, kedua pahanya menjepit kepala Dadang, dan kedua tangannya menekan kepala Dadang ke selangkangannya. Dengan senang hati, Dadang menyeruput habis cairan ‘murni’ vagina Tian tanpa disisakan sedikit pun.
Cairan vagina Tian yang sedikit tertinggal di dalam liang kewanitaannya pun dikorek habis oleh Dadang.
“hhh..hhh…”. Tian memandang wajah Dadang dengan mata sayu. Sementara Dadang memutarkan lidahnya di sekitar mulutnya sendiri seolah ingin memberi tahu Tian kalau rasa vaginanya sangatlah lezat. Dadang cepat-cepat melucuti celananya, semakin sempit rasanya karena burungnya sudah bangun sempurna, ingin segera mengunjungi celah sempit yang ada di hadapannya. Pandangan Tian terpaku pada benda yang ada di tengah-tengah paha Dadang. Benda tumpul yang mengacung tepat ke arahnya. Baru kali ini, ia melihat alat kelamin laki-laki secara langsung. Begitu menyeramkan bagi Tian melihat besarnya benda itu, tapi juga ada rasa penasaran di hati Tian. Apa jadinya jika benda itu masuk ke dalam rahimnya. Tentu di umur Tian yang sekarang, dia tahu kegunaan dari benda mengacung itu. Benda yang nantinya akan mengaduk-aduk liang kewanitaannya.
Benda yang merupakan lawan dari kelaminnya. Bisa disebut juga si ‘pembuat dede bayi’.
“ja..jaangan, Paak..toloong..”. Separuh pikirannya masih tak mau kehilangan keperawanannya, tapi separuh lagi ingin merasakan benda itu di dalam tubuhnya. Penis Dadang sudah semakin dekat dengan kemaluan Tian, bahkan sudah menempel dengan bibir vagina Tian.
“ja..jaang..heegghhh !!!”. Tanpa permisi, tongkat Dadang mendobrak masuk ke dalam vagina Tian. Amat pedih rasanya, seakan vaginanya terasa robek.
“ooouuggghhhh !!”. Sementara Tian sedang merasakan pedih yang teramat sangat, Dadang sedang kesusahan memasukkan organ kebanggaannya itu ke dalam tubuh artis cantik yang sudah terlentang pasrah. Merasa sudah tak bisa maju lagi, Dadang menarik sedikit penisnya. Lalu mendorongnya lagi perlahan. Terlihat lelehan cairan berwarna merah menjalar dari sela-sela bibir vagina Tian di sekujur batang Dadang yang menyumbatnya. Air mata meleleh keluar dari mata Tian. Air mata dari rasa pedih di vaginanya dan rasa sedih karena keperawanannya sudah direnggut oleh Dadang.
Berlawanan dengan Tian, Dadang merasa sebagai lelaki paling hebat dan paling beruntung sedunia. Tak perlu wajah tampan dan uang banyak, tapi dia bisa mendapatkan keperawanan dari seorang artis yang masih muda dan cantik seperti Tian. Akhirnya, seluruh batang Dadang telah tertanam di dalam liang kewanitaan Tian.
“hhh hhh hhh”. Nafas Tian terasa pendek, terasa penuh sesak di bagian bawah tubuhnya. Dadang sengaja diam agar Tian terbiasa dengan benda asing yang ada di dalam liang kewanitaannya.
“ooohh”. Dadang begitu menikmati hangatnya dan rapatnya liang vagina Tian. Burungnya serasa dicengkram kuat oleh dinding vagina Tian yang masih berdekatan jaraknya.
“mmmggghhh uuuwwwhhh”. Tian benar-benar tersiksa dengan gerakan ‘menyikat’ dari batang Dadang. Rasa pedih, perih, sakit, ngilu, semuanya bercampur jadi satu dan terpusat di bagian bawah tubuh Tian. Berbeda sekali dengan rasa enak dan nikmat saat Dadang ‘menyusu’ dan saat Dadang menjilati vaginanya, pikir Tian.
“uuhh enaak oohh sempiiit”. Berbeda dengan Tian yang meringis kesakitan, Dadang melenguh keenakan merasakan liang vagina Tian yang luar biasa.
“aaaaaahhh”. Kini Tian berubah jadi mendesah.
“aaahh ooohh uummhhh emmmhhh”. Hantaman-hantaman penis Dadang mulai terasa enak, Tian mulai menikmati hujaman benda tumpul di liang vaginanya. Dadang pun tersenyum saja sambil terus merojoki vagina Tian. Keduanya tak sadar kalau sudah cukup lama alat kelamin mereka bergesekkan, Tian dan Dadang begitu larut dalam nikmatnya persetubuhan. Kaki Tian pun sudah melingkar erat di pinggang Dadang. Dadang juga sudah memeluk Tian dengan erat agar tusukan penisnya bisa lebih dalam dan cepat. Semakin lama semakin nikmat rasanya, Tian merasa seperti di surga. Keduanya sama-sama bercucuran keringat, sama-sama terbakar birahi. Bukannya Tian tak sadar kalau dia sedang diperkosa, tapi rasanya terlalu nikmat untuk dihentikan.
“terusshh Paak !! OOOUUUHHH !!!!”, teriak Tian mendapatkan orgasmenya. Kukunya menancap di punggung Dadang.
“cllkk ccllkk ccllkk”.
Pompaan joystick (batang kebahagiaan) Dadang menimbulkan bunyi kecipak air, liang vagina Tian begitu becek tapi tersumbat oleh batang besar milik Dadang. Tian mendesah begitu lepas, desahannya benar-benar menggairahkan. Tak usah ditanya, terlihat jelas kalau Tian begitu keenakan vaginanya dirojoki Dadang. Dadang bertambah semangatnya, ada rasa bangga dan puas bisa membuat Tian begitu keenakan karena artinya dia melakukan tugasnya dengan baik yang tak lain dan tak bukan adalah membuat Tian keenakan dengan rojokan alat vitalnya. Nafas keduanya saling memburu, bibir mereka saling lumat melumat. Lidah mereka saling beradu.
“ooohh oohh aaahhh mmhh oowwhhh yeeaahh”.
“OOOKKHHHHH !!!!!”.
“PAAAAKKKHHHHH !!!!”. Keduanya sama-sama mengejang. Tian dan Dadang sama-sama mendapatkan orgasme yang benar-benar hebat. Tian merasa liang vaginanya begitu hangat dan seperti sedang disembur cairan hangat. Dadang menekan penisnya semakin dalam, sampai di ujung rahim Tian.
Semua mani yang ada di dalam kantung persediannya tumpah semua ke dalam rahim Tian. Sungguh puas rasanya bisa menyemprotkan spermanya ke dalam rahim wanita cantik, artis pula seperti Tian.
“ccrrt crrtt”. Lama kelamaan semburan sperma Dadang melemah hingga akhirnya berhenti total. Rahim Tian terasa begitu hangat, dan anehnya Tian menyukai perasaan ini, hangat dan nyaman. Dadang pun mencium mesra Tian dengan penuh perasaan. Beberapa menit berlalu, batang Dadang sudah lembek karena telah ‘kosong’. Tapi, mereka berdua masih asik bercumbu. Tiba-tiba Dadang melepas cumbuannya dan memunguti pakaiannya.
“kapan-kapan lagi yaa non Tian hehehe !!”. Setelah memakai pakaiannya, Dadang menuju ke beranda bukan menuju pintu. Rupanya dari sana ia bisa masuk, walau pintu terkunci. Tian terlalu lelah, matanya terasa berat sekali, dan akhirnya Tian tertidur. Esok hari, Tian terbangun karena alarmnya. Jam setengah 6 pagi.
“aww…”. Tian merasa ngilu di selangkangannya saat mau turun dari ranjang.
Dia langsung teringat kejadian tadi malam. Duduk di tepi ranjang dan memperhatikan alat reproduksinya. Bekas noda putih ada di bawah vaginanya. Ternyata, tadi malam memang benar-benar terjadi. Tian tak tahu harus bagaimana selanjutnya. Karirnya sebagai artis tentu dipertaruhkan jika cerita ini sampai terkuak, dan Tian tak tahu apakah kejadian tadi malam direkam oleh Dadang atau tidak. Tian berjalan menuju kamar mandi dengan sedikit tertatih menahan rasa ngilu. Mandi pagi tak merepotkan seperti pagi ini. Badannya terasa pegal, susah bergerak dengan rasa ngilu di selangkangannya. Dia pun harus membersihkan vaginanya dari sperma Dadang yang menggenangi rahimnya. Tian pun berusaha membetulkan cara jalannya sebelum bertemu Ijah.
“Mbok Ijah..Pak Dadang mana ? Tian mau berangkat nih ?”.
“nggak tau, non..belum dateng dari tadi..”.
“haduuh, Tian bisa telat nih..”.
“telpon aja, non..”.
“nunggu juga dong..yaudah Tian naik taksi aja deh, berangkat dulu yaa Mbok..”.
“ati-ati, non…”. Tian pun sampai ke sekolahnya, dan masuk ke dalam kelas.
Teman-temannya pun menyadari ada perubahan pada Tian. Biasanya Tian bawel sekali, tapi hari ini dia sangat pendiam.
“Tian, lo kenapa ? kok diem aja dari tadi ? biasanya lo bawel ?”, tanya Sherly.
“ah nggak apa-apa kok, Sherl…”.
“bener ? apa jangan..jangan gara-gara kemaren ?”.
“nggak, bukan karena kemaren..gue cuma lagi pusing aja kok, Sherl..”. Biasanya dia selalu cerita segalanya dengan Sherly, tapi untuk kali ini rasanya Tian tak bisa menceritakannya.
“kalo gitu kita ke kantin aja yuuk, biar lo bisa seger lagi..”. Tian mengangguk sambil tersenyum. Sherly tak tahu kalau sahabatnya itu sedang bingung bercampur sedih. Depresi dialami Tian seharian, dia bagai mayat hidup di sekolah. Tersenyum jika ada yang mengajaknya senyum saja. Sampai-sampai Tian tak sadar kalau rasa ngilu di selangkangannya sudah tak terasa. Di rumah pun juga tak membuatnya bersemangat. Orang tuanya juga baru kembali 8 hari lagi. 1 hari, 2 hari, 3 hari berlalu.
Tian sadar percuma baginya untuk meratapi kesuciannya, tak akan bisa ia dapatkan lagi keperawanannya. Tian pun bisa kembali ceria dengan caranya sendiri. Tapi, tetap saja hati Tian dag dig dug karena tak ada kabar dari Dadang, dia takut Dadang merekamnya malam itu dan telah menyebarkannya. Tiap malam, Tian selalu gelisah. Dan paginya, Tian selalu merasa pusing. Semakin menjadi di hari keempat ini. Begitu sampai di rumah, Tian langsung masuk ke dalam kamar, mengunci pintu, menyalakan ac, dan mengunci pintu geser menuju beranda kamarnya. Dia hanya istirahat sambil menonton tv sampai malam.
“aduh..kenapa sih…dari kemaren rasanya gak enak banget ni badan…”. Tubuh Tian terasa sangat tak nyaman, entah kenapa. Mungkin setelah mandi akan kembali terasa enak, pikir Tian. Dia keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar nan wangi. Handuk melilit di tubuh Tian. Baru saja keluar dari kamar mandi dan berjalan sedikit ke lemari untuk mengambil pakaian, tiba-tiba ada yang menyergapnya dari belakang.
“hehe non Tian apa kabar ? Pak Dadang kangen nih”. Darimana ia bisa datang, pintu dan beranda sudah terkunci.
“LEPASIN !!”. Tian berusaha melepaskan diri dari dekapan Dadang. Tapi, Dadang langsung mengambil gerakan antisipasi atau lebih tepatnya gerakan ‘menguasai’. Dadang langsung meremasi gumpalan daging Tian dengan kasar. Payudara ranum Tian memang benar-benar empuk dan sangat enak untuk dicengkram. Ciuman bertubi-tubi dilancarkan Dadang ke tengkuk leher Tian.
“aaahh..jangann, Paakhh…”. Seketika Tian seperti tak punya kemampuan untuk melawan. Dia menjadi lemah, tubuhnya seakan tak mau diperintah olehnya. Dan rasanya mulai lembap di ‘bawah’ sana. Dengan sekali sabetan, handuk Tian langsung melorot ke bawah. Kini, tubuh Tian sekali lagi berada di bawah kekuasaan Dadang. Terlihat dari kedua buah payudara Tian yang dimain-mainkan Dadang. Ternyata, memang sudah direncanakan Dadang untuk menghilang selama 4 hari sejak memperkosa Tian. Sebuah siasat Dadang untuk membuat Tian lebih mudah ‘dikuasai’. Selama 4 hari ini, Tian memang tak pernah penasaran dengan rasa nikmat sewaktu diperkosa Dadang.
Tapi akibatnya, Tian jadi mudah terangsang oleh sentuhan-sentuhan Dadang terutama pada daerah Vnya. Kali ini Tian lebih pasrah daripada sebelumnya, dia benar-benar menyerah pada kenikmatan yang diberikan Dadang. Malah, si tomboy nan cantik itu begitu meresapi sensasi nikmat saat Dadang menyusu padanya dan menggerogoti vaginanya. Malam itu, Dadang benar-benar menguasai Tian. Dia sangat leluasa menggeluti tubuh putih mulus Tian. Menikmati setiap jengkal tubuh Tian yang sedang ranum-ranumnya. Bukannya tak mau melawan, melainkan tak bisa. Tian tak berbuat apa-apa selain membiarkan tubuhnya ‘dimanipulasi’ oleh Dadang. Tubuh dan pikiran Tian merespon 180 derajat berlawanan dengan hati kecilnya, tapi Tian memang sudah tak bisa berpikir jernih, rasa nikmat sudah mengambil alih pikirannya. Bukanlah sebuah perkosaan yang terjadi malam itu, melainkan sebuah pergumulan yang begitu panas. Dadang, si supir tua yang jelek, tentu sangat bersemangat untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putih mulus Tian.
Tapi anehnya, Tian, si artis muda yang berwajah cantik, malah merasa punya kewajiban untuk memberikan kepuasaan pada lawan mainnya itu. Desahan-desahan yang cukup kencang keluar dari mulut Tian, tapi Dadang tak khawatir. Dia mempunyai ajian. Ajian yang bisa membuat suara apapun di ruangan yang Dadang kehendaki sama sekali tak terdengar keluar sehingga dia tak khawatir desahan Tian terdengar oleh Ijah. Tak ada yang bisa menganggu acara ‘gulat’ mereka. Keduanya sama-sama asik melampiaskan hasrat dan nafsu yang begitu menggebu-gebu. AC yang berhembus memang dingin, tapi Tian dan Dadang malah bermandikan keringat. Jendela yang tertutup membuat kamar Tian begitu kental dengan aroma sex antara mereka berdua. Dadang mempratekkan segala macam posisi yang dia tahu untuk menyetubuhi Tian. Pukul 11.24 malam, Dadang menyemprotkan ejakulasi terakhirnya untuk malam itu ke payudara Tian.
Tian terkaget mendengar alarm hpnya. Sudah jam 5 pagi ternyata.
Tunggu, siapa yang menyetel alarm jam 5 ? Tian biasa memasang alarm jam setengah 6. Di saat itulah, Tian baru sadar kalau ada yang memeluknya dari belakang. Tian menengok ke belakang, dan benar, adalah Dadang yang memeluknya dari belakang. Wajah Tian memerah, rasanya sangat malu. Tak pernah dia bangun dan mendapati dirinya telanjang bulat dan dipeluk oleh lelaki. Apalagi kalau mengingat kejadian tadi malam, dia sama sekali tak pernah membayangkan kalau dia malah meminta Dadang untuk menggarapnya terus menerus. Tian bangun dari tempat tidur. Payudara, wajah, dan perutnya terasa lengket. Tentu rasa lengket itu disebabkan sperma Dadang. Baru saja membuka pintu kamar mandi, ada suara yang memanggilnya.
“non Tian mau mandi ya ?”, tanya Dadang yang baru bangun dan turun dari ranjang.
“Pak Dadang ikut dong..hehe..”. Dadang langsung mendekati Tian.
“ta..tapi, Paak..”. Tanpa bisa menyelesaikan kalimatnya, Dadang langsung menggendongnya ke dalam kamar mandi.
Baru kali ini, Tian mandi bersama seorang laki-laki. Tian benar-benar merasa malu, wajah merah seperti tomat. Dia malu karena dia tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak terkena pengaruh obat, tapi dia tak menolak saat disuruh untuk menyabuni batang kejantanan seakan memang sudah kewajibannya melakukan hal itu.
“ayo non, sambil diurut biar otong Pak Dadang tambah gede. kan non juga yang seneng HAHAHA !!”. Mendengar hal itu, wajah Tian semakin merah. Tapi, entah kenapa, gadis belia itu tak merasakan marah, hanya malu saja. Tian tak menjawab, dia hanya diam sambil terus mengurut ‘kunci’ selangkangan Dadang. Nafsu Dadang pun kembali tinggi karena burungnya terus diurut Tian dan langsung menggarap Tian.
“non Tian..Pak Dadang tunggu di bawah yaa..”, ujar Dadang. Dia mencubit daging kembar Tian dengan gemasnya sebelum keluar dari kamar lewat beranda.
“hh…”. Tian menarik nafas dalam. Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Tak hanya keperawanannya yang direnggut Dadang, tapi juga harga dirinya.
Harga diri sebagai seorang wanita yang masih belia dan berprofesi sebagai artis. Tian tak mengerti apa yang sedang terjadi, entah kenapa dia tak bisa melawan keinginan Dadang. Namun, memang tak bisa dipungkiri Tian, tadi malam memang tak bisa dilupakannya. Sebagai seorang wanita yang baru mengenal nikmat duniawi, tadi malam memang begitu ‘indah’ bagi Tian. Tian keluar kamar setelah selesai mengenakan seragam dan membereskan buku yang akan dibawanya.
“Mbok Ijah, Tian berangkat dulu yaa..”. Begitu keluar rumah melalu pintu depan, Tian langsung disambut dengan senyuman Dadang.
“ayo non..kita berangkat”. Sebelumnya Tian tak memperhatikan wajah Dadang, tapi kenapa wajah Dadang kini terlihat lebih menyenangkan bagi Tian. Tampan? bukan, wajah Dadang tidak terlihat lebih tampan di mata Tian. Entahlah, mungkin kharismatik. Tian dan Dadang berangkat menuju sekolah Tian.
“non Tian..tadi malem enak kan ? HEHE”.
“…”. Tian melengos ke kanan, wajahnya kembali memerah.
“kok diem aja ? bukannya non Tian keenakan tadi malem ? HAHAHA”.
“Pak…tolong jangan bilang siapa-siapa…”, pinta Tian dengan suara pelan. Dadang memperlambat mobil dan menepi ke pinggir jalan sebelum akhirnya berhenti. Dia menengok ke belakang dan memandang Tian.
“tenang, non..kalo sampe kebongkar, Pak Dadang juga bisa masuk penjara..Pak Dadang janji gak akan bilang siapa-siapa..”. Mau mengucapkan terima kasih, tapi aneh juga rasanya, pikir Tian yang akhirnya cuma mengangguk saja. Hari itu, Tian merasa lebih segar, kepala dan tubuhnya terasa enteng. Pusing dan rasa nyaman yang selama 4 hari kemarin dirasakannya, kini hilang sama sekali. Mungkinkah karena tadi malam ?, tanya Tian dalam hati. Malam hari, Tian sedang istirahat seperti biasa, menonton tv sambil bermalas-malasan di ranjangnya.
Dia memandangi pintu geser yang menuju beranda kamarnya. Bukankah kemarin ia telah mengunci pintu itu, tapi Dadang masih bisa masuk. Saat sedang bingung, suara terdengar dari pintu yang tertutup tirai itu.
“cek klek klek”. Tian membuka tirai, terlihat Dadang sedang jongkok. Rupanya begitu, Dadang mengakali lubang kunci pintu beranda dengan semacam peniti, jepit rambut, jarum, dan semacamnya seperti di film-film. Begitu terbuka, Dadang langsung masuk ke dalam kamar.
“non Tian, Pak Dadang numpang tidur di sini lagi yaa hehe..”. Dadang langsung melucuti pakaiannya hingga tinggal kolor saja dan tidur menyamping di ranjang Tian seolah kamarnya sendiri. Tian duduk di sisi tepi ranjang yang satunya.
“Paaakkhhh…”. Tak butuh hitungan menit, Dadang sudah berada di atas Tian dan sedang asik mencumbui gadis belia nan cantik itu dengan membabi buta. Tanpa disadari, malam itu, Tian mengukuhkan dirinya sendiri sebagai budak seks Dadang, supirnya. Secara resmi, Tian memang tak bilang kalau dia adalah budak seks.
Tapi, kalau dilihat dari mudahnya Dadang mengakses tubuh Tian, dan ketidakmampuan Tian untuk melawan keinginan Dadang, tak salah lagi kalau Tian sudah jadi budak seks Dadang sejak malam itu, tempat pelampiasan nafsu Dadang yang memang membutuhkannya karena dia sudah lama menduda. Sejak malam itu, Tian tak pernah mengunci pintu berandanya lagi. Dadang jadi mudah keluar masuk kamar Tian. Begitu beruntungnya Dadang, Tian kini melayaninya dengan sepenuh hati. Tian memang sudah takluk dengan keperkasaan Dadang di ranjang. Kini, tak ada yang bisa lebih membahagiakan Tian selain Dadang. Di pikiran Tian hanya memikirkan bagaimana membuat Dadang senang sebagai imbalan. Kemesraan itu terus berlanjut sampai orang tua Tian pulang. Meskipun begitu, Dadang tetap berani ‘mengunjungi’ Tian.
“jangan, Pak…papa sama mama Tian bisa denger..”, bisik Tian ke Dadang yang baru ‘sampai’ di beranda.
“rasss faaa sssaa hsss ysss”, Tian sama sekali tak mengerti desisan Dadang, tapi bunyinya seperti Parseltongue yang digunakan Harry Potter.
“nah sekarang non Tian tenang ajaa, gak bakal ada yang denger..”.
“ta..taapi, Pak..”. Dadang langsung menggendong Tian ke ranjang. Malam itu, Tian sedikit melakukan penolakan. Dia menjauhkan tangan Dadang yang selalu berusaha menggerayangi selangkangannya. Dia benar-benar takut, jika tiba-tiba ibu atau ayahnya bisa masuk ke dalam kamarnya dan mendapati dirinya sedang bermesraan dengan Dadang dalam keadaan bugil. Meski dia sudah mengunci pintu kamar, tapi tetap saja Tian merasa takut. Tian memang merasa cemas, tapi dia tak bisa begitu saja mengabaikan geli-geli nikmat yang ia rasakan. Dadang sedang menciumi leher Tian untuk merangsangnya.
“bener-bener ng..gak keedeng..ngeran kan, Pak ?”.
“iya non..seratus persen yakin hehehe..”. Akhirnya, Tian tak menghalangi tangan Dadan lagi yang sedari tadi ingin menggerayangi tubuhnya. Seperti yang dikatakan Dadang, orang tua Tian sepertinya tak tahu kalau anak mereka itu bergumul dengan supir mereka setiap malam hari tanpa terlewat satu hari pun.
Malam demi malam berlanjut. Kehangatan dan kemesraan mereka semakin memuncak. Tian dan Dadang lebih mirip pasutri dibandikan majikan dan supir. Tian merasa nyaman berada di dekat Dadang, tak ingin Dadang jauh terlalu lama, cemburu jika melihat Dadang berbicara dengan perempuan lain meski Ijah sekalipun, bahkan di sekolah, Tian selalu terbayang-bayang Dadang. Jatuh cinta dengan cara yang aneh dan tak di sengaja. Tian pun mau mengubah penampilannya menjadi feminim dan lebih sering mengenakan gaun. Gaya rambutnya pun diubah. Tian menjadi gadis feminim hanya karena Dadang, supir tua yang jelek yang memintanya. Memang, tak sepenuhnya karena Dadang. Kedua orang tua Tian memang sudah menyuruh Tian untuk merubah gaya penampilannya, namun Tian masih enggan. Tapi karena permintaan Dadang, Tian pun segera mengubah penampilannya. Mengapa gadis secantik Tian lebih menurut pada pria tua dan jelek seperti Dadang dibandingkan orang tuanya ?. Jawabannya mudah, rasa sayang dan cinta. Aneh ? pasti. Tidak wajar ? tentu. Bagaimana bisa Tian jatuh cinta dengan seorang Dadang yang jauh dari kata tampan, juga tak mendekati kaya raya. Kata orang, jika ada seorang wanita cantik jatuh cinta kepada pria yang jelek dan tidak kaya biasanya disebabkan kebaikannya. Tapi, Dadang ?. Tian tak mau ambil pusing, dia hanya menikmati hubungannya dengan Dadang sekaligus menerima takdirnya.
“tok ! tok ! tok !”.
“Tian !!”. Tian yang terkejut langsung memisahkan bibirnya yang tadi sedang menempel dengan bibir Dadang.
“gimana nih, Pak ??”. Tian terlihat panik.
“tenang aja, non..jawab aja, kan pintunya kekunci ini..”.
“iya, Mah ?!”.
“Tian !”. Dadang pun menon-aktifkan ajiannya.
“Tian !”.
“iya, Mah ?!”.
“ayo kamu makan malem dulu..di kamar aja dari pulang sekolah..”.
“iya, Mah sebentar lagi Tian turun..”.
“jangan lama-lama, udah ditungguin Papa di bawah..”.
“iya Mah..”. Ibu Tian turun ke bawah lagi tanpa pernah tahu kalau anaknya sedang asik bermesraan dengan Dadang tanpa mengenakan apapun.
“non Tian makan dulu gih..”, ujar Dadang sambil terus meremasi bongkahan pantat Tian.
“Pak Dadang mau dibawain makanan juga ?”.
“boleh non, hehe..”. Tian turun dari ranjang, mengenakan pakaiannya lagi. Tian mengemut permen yang diambilnya sebelum keluar kamar. Permen wangi untuk menghilangkan bau sperma yang ada di mulutnya. Usai makan malam bersama dengan orang tuanya, Tian pun kembali ke kamarnya dengan membawa makanan untuk Dadang (inspired by sis Yo’s story, Feby). Selesai makan, Dadang dan Tian menonton tv sambil sesekali melakukan foreplay ringan. Hanya 3 menit saja Tian bisa mempertahankan pakaian yang menempel di tubuhnya. Dadang dengan mudah dan leluasa menelanjangi artis belia itu. Sungguh malam yang penuh kehangatan. Penuh gairah dan hasrat, keduanya bercinta layaknya sepasang suami-istri yang sudah lama tak berhubungan intim.
Putri Titian, artis muda nan cantik yang dulu tomboy kini berubah menjadi feminim. Yang dulu lugu dan ceria kini jadi maniak seks. Di luar sana, banyak orang mengidolakannya dan berebutan ingin dekat dengannya, atau setidaknya berfoto bersama, dapat tanda tangannya, atau menjabat tangannya.
Tapi, Tian sendiri punya idolanya, tak lain dan tak bukan adalah Dadang, supir pribadinya yang telah memperkosanya namun tak ayal, telah memperkenalkan kepada Tian, kenikmatan surga duniawi. Kenikmatan yang telah membuat Tian sangat ketagihan digagahi Dadang. Tian dan Dadang, sepasang kekasih yang berbeda segala-galanya, mulai dari wajah, umur, dan harta benda. Namun, semua itu tak ada artinya, di atas ranjang, mereka berdua sama. Tian membutuhkan keperkasaan Dadang untuk merasa menjadi wanita seutuhnya, dan Dadang tentu membutuhkan Tian untuk melampiaskan nafsunya.
Memang sebuah hubungan rahasia yang sangat ditutupi dengan rapat-rapat oleh Tian dan Dadang. Tapi, mungkin saja, mereka akhirnya memberi tahu kepada media dan khalayak. Mungkinkah ? jawabannya 70% mungkin, sebab Tian tak datang bulan dan mual-mual belakangan ini. Sepertinya, perbuatan Dadang yang selalu menumpahkan air maninya di rahim Tian akhir-akhir ini telah membuat Tian menunjukkan gejala-gejala wanita hamil. Well, kita tunggu saja beritanya.
“LEPASIN !!”. Tian dan Sherly berusaha berontak untuk melepaskan diri, tapi 2 orang gadis ABG melawan cengkraman dan dekapan 2 orang lelaki dewasa yang berbadan besar tentu tak seimbang.
“WOII !!”, suara orang berteriak. Harapan singgah di hati Tian dan Sherly saat melihat Tomi dan Andri yang ternyata masih mengikuti mereka.
“TOLONG, TOM !!”.
“ANDRI, TOLONG !!!”. Andri dan Tomi mendekati mereka.
“eh bang Edi, darimana aja, bang ?”.
“tadi gue abis nyari jablay di pengkolan sono ama Tohar..”.
“iye, kite bedua nyari jablay..kagak ade yang cakep, eh di sini malah dapet neng-neng yang cakep gini KEKEKE !!”, ujar Tohar.
“AAAA !! HHEEGGHHH !!”, Sherly kesakitan saat Edi meremas payudaranya dengan sangat kasar.
“buset ini toket..kecil-kecil tapi empuk banget..manteb !! OOHH !!”.
“NNHHH !!”, remasan Edi terlalu kencang dan kasar bagai sedang meremas benda empuk. Padahal itu bukan benda empuk biasa melainkan sepasang payudara ranum milik seorang gadis ABG cantik bernama Sherly.
“kenapa ? lo berdua kaget ? nih abang bedua kenalan gue, mang enak lo..coba lo tadi kagak lari, kan tugas lo bedua cuma ngelayanin gue ama Tomi. sekarang lo juga mesti ngelayanin bang Edi n’ bang Tohar GWAHAHAHA !!!”.
“AAHH !! STOOP !!! EENGGHH !!!”, Tian juga merasa sakit, Tohar tanpa ampun meremas-remas payudaranya.
“ayo, bang, kita punya memek gratis malam ini”.
“memek cakep lagi GAKGAKGAKGAK !!”.
“BERHENTI !! POLISI !! DORRR !!”. Tohar, Edi, Andri, dan Tomi langsung lari terbirit-birit. Tian dan Sherly limbung dan terjatuh ke jalan. Mereka terselamatkan dari pemerkosaan.
“non Tian n’ non Sherly nggak apa-apa ?”.
“nggak apa-apa, Pak..”, jawab Tian setelah melihat Dadang yang memapahnya.
Dadanya masih sedikit sakit.
“ayo non Tian, non Sherly..kita ke mobil”. Suara polisi itu hanya rekaman saja dari hp Dadang. Keisengannya merekam suara polisi di sinetron waktu itu ternyata bermanfaat juga. Dadang membantu Tian dan Sherly berdiri. Mmm, benar-benar harum tubuh kedua gadis belia. Tak bisa dipungkiri, Dadang sangat menikmati aroma tubuh Tian dan Sherly saat memeluk mereka untuk membantu mereka berdiri. Untung aja, Pak Dadang dateng, pikir Tian yang bersukur Dadang datang tepat pada waktunya.
“Tian, aku pulang dulu yaa..Pak Dadang, Sherly duluan yaa..”, pamit Sherly yang telah diantar Dadang sampai ke rumahnya.
“iya, Sherl..”, jawab Tian singkat.
“iya non Sherly..”. Usai mengantar Sherly, Dadang dan Tian menuju rumah.
“non Tian nggak apa-apa ?”. Tian terlihat masih agak syok dengan kejadian yang baru ia alami.
“iyaa, Tian nggak apa-apa, Pak..”. Tian langsung menuju kamar begitu sampai di depan rumah. Tanpa ba bi bu, Tian langsung mengunci diri di kamarnya dan juga menutupi pintu berandanya.
“hhh..”. Tian tidur terlentang dengan kaki menyentuh lantai. Dirinya tak menyangka, sampai sekarang tak ada yang menyentuh payudaranya. Payudaranya yang masih dalam pertumbuhan, sangat ranum. Tian menangkup kedua buah daging kenyalnya itu. Cengkraman kasar preman tadi masih terasa sampai sekarang. Tian bingung, rasanya dia ingin sekali lagi merasakan remasan pada payudaranya. Tian menggeleng-gelengkan kepala, tak mengerti yang dipikirkannya sendiri. Tiba-tiba handphonenya berbunyi, tertera nama Sherly di hpnya.
“halo ?”.
“Ti, lo nggak apa-apa ?”.
“ng..”.
“lo nggak kenapa kenapa, kan?”.
“nggak, Sherl..”.
“oh syukur deh..”. Tian bingung, nada suara Sherly biasa-biasa saja, seperti tak terjadi apa-apa.
“lo ?”.
“ah gue nggak apa-apa, Ti..”.
“tapi gue ngerasa aneh, Sherl..”.
“aneh gimana ?”.
“kok gue masih kerasa ampe sekarang ? n’ kok gue malah pengen ngerasain lagi ?”.
“ya emang gitu, Ti..”.
“maksud lo ?”.
“ya gue juga pas pertama kali juga kayak gitu..”.
“ha ? gue gak ngerti ?”.
“ya pas gue ngerasain pertama kali toket gue diremes-remes yaa emang kayak lo perasaannya..”.
“jadi lo udah pernah ngerasain ?!”, Tian kaget dengan jawaban temannya.
“iyaa, tiap hari. nyokap gue selalu mijitin toket gue..”.
“kok ???”.
“nyokap gue bilang harus dipijit tiap hari biar ntar bagus..”.
“oh, gitu..jadi emang harus dipijit ya ?”.
“iya, Ti..tapi tetep aja tadi sakit juga ya, Ti. hahaha”. Mereka berdua mengobrol seperti biasa seolah tak sadar kalau mereka tadi hampir menjadi korban perkosaan yang marak di kota metropolitan ini. Usai bertelpon-telponan dengan Sherly, Tian masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh supaya tidurnya nanti malam bisa nyenyak setelah mengalami peristiwa yang tak mengenakkan di taman kota tadi. Tian memang enggan mengenakan bh dari dulu, tak heran ia hanya memakai celana dalam sebelum mengenakan baju setelah selesai mengeringkan tubuh. Dia menyalakan tv dan tidur santai di atas ranjangnya yang empuk, dia masih memikirkan kejadian tadi.
Dia malu sendiri, ternyata tanpa sadar ia menyukai payudaranya diremas-remas seperti tadi. Mata Tian pun terasa berat. Saat sedang setengah bangun setengah sadar, Tian merasa ada yang menindihnya.
“Pak Dadang ??!!”, Tian terkejut mengetahui siapa yang menindihnya.
“maaf, non..Pak Dadang udah gak tahan..hhh hhh”. Tian ketakutan, pandangan supirnya itu mengerikan seperti ingin memangsanya saja.
“jangan, Pak ! TOLOONG !!”. Dadang memegangi kedua tangan Tian, tapi tak membungkam mulut Tian.
“TOLOONGG !!! TOLOONGG !!”, Dadang tak mengindahkan teriakan Tian. Dadang malah mulai menciumi batang leher Tian membabi buta.
“jangan, Pak..tolong..emmm”. Tian tak bisa menghentikan serbuan mulut Dadang pada lehernya. Tubuhnya yang ditindih serta kedua tangannya yang ditahan Dadang membuat artis muda nan cantik itu tak berdaya melakukan perlawanan.
“ccupph cupphh cupphh”, kecupan bertubi-tubi dari Dadang jelas memberikan efek aneh yang mulai dirasakan Tian.
“jangaan Paakhhh…”, penolakan Tian semakin lemah, rasa hangat mulai menjalar di sekujur tubuhnya. Rasa hangat yang terasa menggelitik namun mengenakkan.
Tian tak kuasa menolak rasa itu apalagi Dadang mulai menjilati lehernya. Gemetar geli nikmat menjalar di sekujur tubuh Tian. Suatu sensasi yang baru dirasakannya.
“aahhh…hhhmmm…iihiihii..”, Tian terkekeh kegelian saat Dadang menjilati daun telinga kanan dan kirinya.
“mmpphhh eemmmhhh ccppphhh”. Dadang melumat bibir Tian habis-habisan. Tian pun gelagapan dicumbui Dadang, tapi matanya terpejam. Tian tak mau menatap mata Dadang secara langsung, dia malu karena tanpa sadar dia mulai menikmati ciuman itu.
Secara refleks, tanpa disadari, Tian membalas pagutan Dadang. Lidahnya meng-counter lidah Dadang layaknya seorang yang ahli dalam berciuman. Dadang senang mendapat balasan dari Tian. Artinya dia sudah menguasai majikannya baik tubuh atau pikirannya. Dadang sudah bisa membayangkan nikmatnya tubuh majikannya yang selama ini menjadi fantasinya untuk masturbasi. Sambil tetap mencumbu Tian, Dadang mulai menggerayangi payudara Tian. Empuk sekali, seakan memegang bantal.
“uummm…”. Tunggu dulu, tak ada tekstur bh sama sekali di cengkraman tangan Dadang. Penasaran, Dadang langsung menyusupkan tangannya ke dalam kaos Tian dan terkejut ketika dugaannya benar. Tian memang tidak memakai bh. Dadang pun semakin semangat meremasi kedua buah payudara Tian. Empuk sekali dan ukurannya pun sangat pas dengan cengkraman tangannya.
“aaahhh mmmhhh Paaakkkhh uuummmhhh”. Dadang tak lagi mencium Tian, tapi asik meremasi payudara majikannya itu dengan kedua tangannya. Mencubit dan memilin-milin puting Tian yang menonjol di kaosnya. Dadang menyingkap kaos Tian ke atas.
“waah..”, Dadang terkesima dengan buah kembar Tian. Memang tidak terlalu besar, tapi terlihat sangat ranum sekali. Putih mulus dengan pucuk payudara berwarna pucat. Bagai bakpau yang baru matang, begitu mengunggah selera, siap untuk disantap.
“eemmm…”, Tian sedikit menggelinjang, Dadang memilin-milin kedua putingnya yang sudah mengeras dan menjadi sangat sensitif.
Perlahan tapi pasti, bibir Dadang mendekati ‘pucuk’ buah Tian.
“nyymmm…”.
“eemmm aahhh mmmm”. Tian menggelinjang kegelian dan keenakan. Baru sekarang mendapatkan rasa seperti ini, dia menyukainya. Dadang beringas menikmati payudara ranum itu. Diciumi, dijilati, dicupangi payudara Tian yang putih mulus itu. Bagai bayi kelaparan, Dadang menyedot kuat-kuat kedua puting Tian dan sesekali dikunyahnya karena gemas dengan kekenyalannya. Tian hanya bisa menggeliat dan mendesah sambil terus merasakan sensasi baru itu. Dadang menurunkan tangannya, menangkup daerah pribadi milik Tian, bergerak naik-turun untuk mengelus-elus vagina artis muda itu. Mulut Dadang bergerak turun sampai ke perut Tian, menciuminya dengan seksama. Dadang pun mencolok pusar Tian dengan lidahnya. Bakalan susah nih, pikir Dadang saat melihat celana pendek berbahan jeans yang dikenakan Tian. Tubuh Tian, dari payudara sampai ke perut berkemilauan, berkemilauan karena air liur Dadang.
Saat Dadang mau menarik celana Tian, tiba-tiba pinggul Tian terangkat sehingga Dadang mudah melucuti celananya. Dadang tersenyum, ternyata majikannya memang sudah berada di dalam kuasanya. Hal sama terjadi saat Dadang melucuti celana dalam Tian. Kayaknya non Tian emang udah ‘pengen’, pikir Dadang. Dadang terkesima dengan pemandangan yang ada di depan matanya. Sungguh putih mulus. Vagina Tian terlihat begitu indah, bibir kemaluannya masih menutup dengan sempurna. Bulu-bulu halus menghiasi bukitnya. Meski masih menutup mata, Tian sadar kalau bagian bawahnya sudah ‘terbuka’, secara refleks dia merapatkan kedua pahanya untuk menutupi daerah pribadinya. Dadang melebarkan paha Tian dan menggunakan kepalanya untuk mengganjal paha Tian agar tidak tertutup lagi.
“aaaahhh”, seketika tubuh Tian gemetar, listrik seakan menjalar di sekujur tubuhnya. Rasa itu terus berulang, rasa yang membuat nikmat. Tubuh Tian menggelinjang terus, kedua pahanya semakin merapat.
“aaahhh ooohhh mmmm aaaahhh”. Mau tidak mau, Tian membuka matanya.
Penasaran, rasanya begitu nikmat, dan selangkangannya semakin basah seiring dengan elusan benda yang hangat dan lunak.
“oohhh uuummmm”. Dengan mata sayup merasakan nikmat, Tian melihat kepala Dadang di selangkangannya. Benda lunak dan hangat itu terus mengusap-usap vagina Tian dan juga sering merogoh masuk ke dalam liang kewanitaannya, menyentuh bagian dalam vaginanya yang tentu menambah rasa nikmat. Secara alami, tubuh Tian bereaksi, kedua pahanya terbuka perlahan, semakin memberikan keleluasaan pada Dadang yang semakin gencar menyerbu selangkangan Tian. Tian terus mendesah dan menggelinjang keenakan. Sungguh sensasi yang luar biasa. Artis muda itu begitu pasrah pada rasa nikmat di selangkangannya, terlihat dari kedua pahanya yang sudah terbuka lebar.
“ooouuww UUUNNHHHH !!!”. Tubuh Tian menekuk ke atas, kedua pahanya menjepit kepala Dadang, dan kedua tangannya menekan kepala Dadang ke selangkangannya. Dengan senang hati, Dadang menyeruput habis cairan ‘murni’ vagina Tian tanpa disisakan sedikit pun.
Cairan vagina Tian yang sedikit tertinggal di dalam liang kewanitaannya pun dikorek habis oleh Dadang.
“hhh..hhh…”. Tian memandang wajah Dadang dengan mata sayu. Sementara Dadang memutarkan lidahnya di sekitar mulutnya sendiri seolah ingin memberi tahu Tian kalau rasa vaginanya sangatlah lezat. Dadang cepat-cepat melucuti celananya, semakin sempit rasanya karena burungnya sudah bangun sempurna, ingin segera mengunjungi celah sempit yang ada di hadapannya. Pandangan Tian terpaku pada benda yang ada di tengah-tengah paha Dadang. Benda tumpul yang mengacung tepat ke arahnya. Baru kali ini, ia melihat alat kelamin laki-laki secara langsung. Begitu menyeramkan bagi Tian melihat besarnya benda itu, tapi juga ada rasa penasaran di hati Tian. Apa jadinya jika benda itu masuk ke dalam rahimnya. Tentu di umur Tian yang sekarang, dia tahu kegunaan dari benda mengacung itu. Benda yang nantinya akan mengaduk-aduk liang kewanitaannya.
Benda yang merupakan lawan dari kelaminnya. Bisa disebut juga si ‘pembuat dede bayi’.
“ja..jaangan, Paak..toloong..”. Separuh pikirannya masih tak mau kehilangan keperawanannya, tapi separuh lagi ingin merasakan benda itu di dalam tubuhnya. Penis Dadang sudah semakin dekat dengan kemaluan Tian, bahkan sudah menempel dengan bibir vagina Tian.
“ja..jaang..heegghhh !!!”. Tanpa permisi, tongkat Dadang mendobrak masuk ke dalam vagina Tian. Amat pedih rasanya, seakan vaginanya terasa robek.
“ooouuggghhhh !!”. Sementara Tian sedang merasakan pedih yang teramat sangat, Dadang sedang kesusahan memasukkan organ kebanggaannya itu ke dalam tubuh artis cantik yang sudah terlentang pasrah. Merasa sudah tak bisa maju lagi, Dadang menarik sedikit penisnya. Lalu mendorongnya lagi perlahan. Terlihat lelehan cairan berwarna merah menjalar dari sela-sela bibir vagina Tian di sekujur batang Dadang yang menyumbatnya. Air mata meleleh keluar dari mata Tian. Air mata dari rasa pedih di vaginanya dan rasa sedih karena keperawanannya sudah direnggut oleh Dadang.
Berlawanan dengan Tian, Dadang merasa sebagai lelaki paling hebat dan paling beruntung sedunia. Tak perlu wajah tampan dan uang banyak, tapi dia bisa mendapatkan keperawanan dari seorang artis yang masih muda dan cantik seperti Tian. Akhirnya, seluruh batang Dadang telah tertanam di dalam liang kewanitaan Tian.
“hhh hhh hhh”. Nafas Tian terasa pendek, terasa penuh sesak di bagian bawah tubuhnya. Dadang sengaja diam agar Tian terbiasa dengan benda asing yang ada di dalam liang kewanitaannya.
“ooohh”. Dadang begitu menikmati hangatnya dan rapatnya liang vagina Tian. Burungnya serasa dicengkram kuat oleh dinding vagina Tian yang masih berdekatan jaraknya.
“mmmggghhh uuuwwwhhh”. Tian benar-benar tersiksa dengan gerakan ‘menyikat’ dari batang Dadang. Rasa pedih, perih, sakit, ngilu, semuanya bercampur jadi satu dan terpusat di bagian bawah tubuh Tian. Berbeda sekali dengan rasa enak dan nikmat saat Dadang ‘menyusu’ dan saat Dadang menjilati vaginanya, pikir Tian.
“uuhh enaak oohh sempiiit”. Berbeda dengan Tian yang meringis kesakitan, Dadang melenguh keenakan merasakan liang vagina Tian yang luar biasa.
“aaaaaahhh”. Kini Tian berubah jadi mendesah.
“aaahh ooohh uummhhh emmmhhh”. Hantaman-hantaman penis Dadang mulai terasa enak, Tian mulai menikmati hujaman benda tumpul di liang vaginanya. Dadang pun tersenyum saja sambil terus merojoki vagina Tian. Keduanya tak sadar kalau sudah cukup lama alat kelamin mereka bergesekkan, Tian dan Dadang begitu larut dalam nikmatnya persetubuhan. Kaki Tian pun sudah melingkar erat di pinggang Dadang. Dadang juga sudah memeluk Tian dengan erat agar tusukan penisnya bisa lebih dalam dan cepat. Semakin lama semakin nikmat rasanya, Tian merasa seperti di surga. Keduanya sama-sama bercucuran keringat, sama-sama terbakar birahi. Bukannya Tian tak sadar kalau dia sedang diperkosa, tapi rasanya terlalu nikmat untuk dihentikan.
“terusshh Paak !! OOOUUUHHH !!!!”, teriak Tian mendapatkan orgasmenya. Kukunya menancap di punggung Dadang.
“cllkk ccllkk ccllkk”.
Pompaan joystick (batang kebahagiaan) Dadang menimbulkan bunyi kecipak air, liang vagina Tian begitu becek tapi tersumbat oleh batang besar milik Dadang. Tian mendesah begitu lepas, desahannya benar-benar menggairahkan. Tak usah ditanya, terlihat jelas kalau Tian begitu keenakan vaginanya dirojoki Dadang. Dadang bertambah semangatnya, ada rasa bangga dan puas bisa membuat Tian begitu keenakan karena artinya dia melakukan tugasnya dengan baik yang tak lain dan tak bukan adalah membuat Tian keenakan dengan rojokan alat vitalnya. Nafas keduanya saling memburu, bibir mereka saling lumat melumat. Lidah mereka saling beradu.
“ooohh oohh aaahhh mmhh oowwhhh yeeaahh”.
“OOOKKHHHHH !!!!!”.
“PAAAAKKKHHHHH !!!!”. Keduanya sama-sama mengejang. Tian dan Dadang sama-sama mendapatkan orgasme yang benar-benar hebat. Tian merasa liang vaginanya begitu hangat dan seperti sedang disembur cairan hangat. Dadang menekan penisnya semakin dalam, sampai di ujung rahim Tian.
Semua mani yang ada di dalam kantung persediannya tumpah semua ke dalam rahim Tian. Sungguh puas rasanya bisa menyemprotkan spermanya ke dalam rahim wanita cantik, artis pula seperti Tian.
“ccrrt crrtt”. Lama kelamaan semburan sperma Dadang melemah hingga akhirnya berhenti total. Rahim Tian terasa begitu hangat, dan anehnya Tian menyukai perasaan ini, hangat dan nyaman. Dadang pun mencium mesra Tian dengan penuh perasaan. Beberapa menit berlalu, batang Dadang sudah lembek karena telah ‘kosong’. Tapi, mereka berdua masih asik bercumbu. Tiba-tiba Dadang melepas cumbuannya dan memunguti pakaiannya.
“kapan-kapan lagi yaa non Tian hehehe !!”. Setelah memakai pakaiannya, Dadang menuju ke beranda bukan menuju pintu. Rupanya dari sana ia bisa masuk, walau pintu terkunci. Tian terlalu lelah, matanya terasa berat sekali, dan akhirnya Tian tertidur. Esok hari, Tian terbangun karena alarmnya. Jam setengah 6 pagi.
“aww…”. Tian merasa ngilu di selangkangannya saat mau turun dari ranjang.
Dia langsung teringat kejadian tadi malam. Duduk di tepi ranjang dan memperhatikan alat reproduksinya. Bekas noda putih ada di bawah vaginanya. Ternyata, tadi malam memang benar-benar terjadi. Tian tak tahu harus bagaimana selanjutnya. Karirnya sebagai artis tentu dipertaruhkan jika cerita ini sampai terkuak, dan Tian tak tahu apakah kejadian tadi malam direkam oleh Dadang atau tidak. Tian berjalan menuju kamar mandi dengan sedikit tertatih menahan rasa ngilu. Mandi pagi tak merepotkan seperti pagi ini. Badannya terasa pegal, susah bergerak dengan rasa ngilu di selangkangannya. Dia pun harus membersihkan vaginanya dari sperma Dadang yang menggenangi rahimnya. Tian pun berusaha membetulkan cara jalannya sebelum bertemu Ijah.
“Mbok Ijah..Pak Dadang mana ? Tian mau berangkat nih ?”.
“nggak tau, non..belum dateng dari tadi..”.
“haduuh, Tian bisa telat nih..”.
“telpon aja, non..”.
“nunggu juga dong..yaudah Tian naik taksi aja deh, berangkat dulu yaa Mbok..”.
“ati-ati, non…”. Tian pun sampai ke sekolahnya, dan masuk ke dalam kelas.
Teman-temannya pun menyadari ada perubahan pada Tian. Biasanya Tian bawel sekali, tapi hari ini dia sangat pendiam.
“Tian, lo kenapa ? kok diem aja dari tadi ? biasanya lo bawel ?”, tanya Sherly.
“ah nggak apa-apa kok, Sherl…”.
“bener ? apa jangan..jangan gara-gara kemaren ?”.
“nggak, bukan karena kemaren..gue cuma lagi pusing aja kok, Sherl..”. Biasanya dia selalu cerita segalanya dengan Sherly, tapi untuk kali ini rasanya Tian tak bisa menceritakannya.
“kalo gitu kita ke kantin aja yuuk, biar lo bisa seger lagi..”. Tian mengangguk sambil tersenyum. Sherly tak tahu kalau sahabatnya itu sedang bingung bercampur sedih. Depresi dialami Tian seharian, dia bagai mayat hidup di sekolah. Tersenyum jika ada yang mengajaknya senyum saja. Sampai-sampai Tian tak sadar kalau rasa ngilu di selangkangannya sudah tak terasa. Di rumah pun juga tak membuatnya bersemangat. Orang tuanya juga baru kembali 8 hari lagi. 1 hari, 2 hari, 3 hari berlalu.
Tian sadar percuma baginya untuk meratapi kesuciannya, tak akan bisa ia dapatkan lagi keperawanannya. Tian pun bisa kembali ceria dengan caranya sendiri. Tapi, tetap saja hati Tian dag dig dug karena tak ada kabar dari Dadang, dia takut Dadang merekamnya malam itu dan telah menyebarkannya. Tiap malam, Tian selalu gelisah. Dan paginya, Tian selalu merasa pusing. Semakin menjadi di hari keempat ini. Begitu sampai di rumah, Tian langsung masuk ke dalam kamar, mengunci pintu, menyalakan ac, dan mengunci pintu geser menuju beranda kamarnya. Dia hanya istirahat sambil menonton tv sampai malam.
“aduh..kenapa sih…dari kemaren rasanya gak enak banget ni badan…”. Tubuh Tian terasa sangat tak nyaman, entah kenapa. Mungkin setelah mandi akan kembali terasa enak, pikir Tian. Dia keluar dari kamar mandi dengan tubuh segar nan wangi. Handuk melilit di tubuh Tian. Baru saja keluar dari kamar mandi dan berjalan sedikit ke lemari untuk mengambil pakaian, tiba-tiba ada yang menyergapnya dari belakang.
“hehe non Tian apa kabar ? Pak Dadang kangen nih”. Darimana ia bisa datang, pintu dan beranda sudah terkunci.
“LEPASIN !!”. Tian berusaha melepaskan diri dari dekapan Dadang. Tapi, Dadang langsung mengambil gerakan antisipasi atau lebih tepatnya gerakan ‘menguasai’. Dadang langsung meremasi gumpalan daging Tian dengan kasar. Payudara ranum Tian memang benar-benar empuk dan sangat enak untuk dicengkram. Ciuman bertubi-tubi dilancarkan Dadang ke tengkuk leher Tian.
“aaahh..jangann, Paakhh…”. Seketika Tian seperti tak punya kemampuan untuk melawan. Dia menjadi lemah, tubuhnya seakan tak mau diperintah olehnya. Dan rasanya mulai lembap di ‘bawah’ sana. Dengan sekali sabetan, handuk Tian langsung melorot ke bawah. Kini, tubuh Tian sekali lagi berada di bawah kekuasaan Dadang. Terlihat dari kedua buah payudara Tian yang dimain-mainkan Dadang. Ternyata, memang sudah direncanakan Dadang untuk menghilang selama 4 hari sejak memperkosa Tian. Sebuah siasat Dadang untuk membuat Tian lebih mudah ‘dikuasai’. Selama 4 hari ini, Tian memang tak pernah penasaran dengan rasa nikmat sewaktu diperkosa Dadang.
Tapi akibatnya, Tian jadi mudah terangsang oleh sentuhan-sentuhan Dadang terutama pada daerah Vnya. Kali ini Tian lebih pasrah daripada sebelumnya, dia benar-benar menyerah pada kenikmatan yang diberikan Dadang. Malah, si tomboy nan cantik itu begitu meresapi sensasi nikmat saat Dadang menyusu padanya dan menggerogoti vaginanya. Malam itu, Dadang benar-benar menguasai Tian. Dia sangat leluasa menggeluti tubuh putih mulus Tian. Menikmati setiap jengkal tubuh Tian yang sedang ranum-ranumnya. Bukannya tak mau melawan, melainkan tak bisa. Tian tak berbuat apa-apa selain membiarkan tubuhnya ‘dimanipulasi’ oleh Dadang. Tubuh dan pikiran Tian merespon 180 derajat berlawanan dengan hati kecilnya, tapi Tian memang sudah tak bisa berpikir jernih, rasa nikmat sudah mengambil alih pikirannya. Bukanlah sebuah perkosaan yang terjadi malam itu, melainkan sebuah pergumulan yang begitu panas. Dadang, si supir tua yang jelek, tentu sangat bersemangat untuk mendapatkan kenikmatan dari tubuh putih mulus Tian.
Tapi anehnya, Tian, si artis muda yang berwajah cantik, malah merasa punya kewajiban untuk memberikan kepuasaan pada lawan mainnya itu. Desahan-desahan yang cukup kencang keluar dari mulut Tian, tapi Dadang tak khawatir. Dia mempunyai ajian. Ajian yang bisa membuat suara apapun di ruangan yang Dadang kehendaki sama sekali tak terdengar keluar sehingga dia tak khawatir desahan Tian terdengar oleh Ijah. Tak ada yang bisa menganggu acara ‘gulat’ mereka. Keduanya sama-sama asik melampiaskan hasrat dan nafsu yang begitu menggebu-gebu. AC yang berhembus memang dingin, tapi Tian dan Dadang malah bermandikan keringat. Jendela yang tertutup membuat kamar Tian begitu kental dengan aroma sex antara mereka berdua. Dadang mempratekkan segala macam posisi yang dia tahu untuk menyetubuhi Tian. Pukul 11.24 malam, Dadang menyemprotkan ejakulasi terakhirnya untuk malam itu ke payudara Tian.
Tian terkaget mendengar alarm hpnya. Sudah jam 5 pagi ternyata.
Tunggu, siapa yang menyetel alarm jam 5 ? Tian biasa memasang alarm jam setengah 6. Di saat itulah, Tian baru sadar kalau ada yang memeluknya dari belakang. Tian menengok ke belakang, dan benar, adalah Dadang yang memeluknya dari belakang. Wajah Tian memerah, rasanya sangat malu. Tak pernah dia bangun dan mendapati dirinya telanjang bulat dan dipeluk oleh lelaki. Apalagi kalau mengingat kejadian tadi malam, dia sama sekali tak pernah membayangkan kalau dia malah meminta Dadang untuk menggarapnya terus menerus. Tian bangun dari tempat tidur. Payudara, wajah, dan perutnya terasa lengket. Tentu rasa lengket itu disebabkan sperma Dadang. Baru saja membuka pintu kamar mandi, ada suara yang memanggilnya.
“non Tian mau mandi ya ?”, tanya Dadang yang baru bangun dan turun dari ranjang.
“Pak Dadang ikut dong..hehe..”. Dadang langsung mendekati Tian.
“ta..tapi, Paak..”. Tanpa bisa menyelesaikan kalimatnya, Dadang langsung menggendongnya ke dalam kamar mandi.
Baru kali ini, Tian mandi bersama seorang laki-laki. Tian benar-benar merasa malu, wajah merah seperti tomat. Dia malu karena dia tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak terkena pengaruh obat, tapi dia tak menolak saat disuruh untuk menyabuni batang kejantanan seakan memang sudah kewajibannya melakukan hal itu.
“ayo non, sambil diurut biar otong Pak Dadang tambah gede. kan non juga yang seneng HAHAHA !!”. Mendengar hal itu, wajah Tian semakin merah. Tapi, entah kenapa, gadis belia itu tak merasakan marah, hanya malu saja. Tian tak menjawab, dia hanya diam sambil terus mengurut ‘kunci’ selangkangan Dadang. Nafsu Dadang pun kembali tinggi karena burungnya terus diurut Tian dan langsung menggarap Tian.
“non Tian..Pak Dadang tunggu di bawah yaa..”, ujar Dadang. Dia mencubit daging kembar Tian dengan gemasnya sebelum keluar dari kamar lewat beranda.
“hh…”. Tian menarik nafas dalam. Dia tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Tak hanya keperawanannya yang direnggut Dadang, tapi juga harga dirinya.
Harga diri sebagai seorang wanita yang masih belia dan berprofesi sebagai artis. Tian tak mengerti apa yang sedang terjadi, entah kenapa dia tak bisa melawan keinginan Dadang. Namun, memang tak bisa dipungkiri Tian, tadi malam memang tak bisa dilupakannya. Sebagai seorang wanita yang baru mengenal nikmat duniawi, tadi malam memang begitu ‘indah’ bagi Tian. Tian keluar kamar setelah selesai mengenakan seragam dan membereskan buku yang akan dibawanya.
“Mbok Ijah, Tian berangkat dulu yaa..”. Begitu keluar rumah melalu pintu depan, Tian langsung disambut dengan senyuman Dadang.
“ayo non..kita berangkat”. Sebelumnya Tian tak memperhatikan wajah Dadang, tapi kenapa wajah Dadang kini terlihat lebih menyenangkan bagi Tian. Tampan? bukan, wajah Dadang tidak terlihat lebih tampan di mata Tian. Entahlah, mungkin kharismatik. Tian dan Dadang berangkat menuju sekolah Tian.
“non Tian..tadi malem enak kan ? HEHE”.
“…”. Tian melengos ke kanan, wajahnya kembali memerah.
“kok diem aja ? bukannya non Tian keenakan tadi malem ? HAHAHA”.
“Pak…tolong jangan bilang siapa-siapa…”, pinta Tian dengan suara pelan. Dadang memperlambat mobil dan menepi ke pinggir jalan sebelum akhirnya berhenti. Dia menengok ke belakang dan memandang Tian.
“tenang, non..kalo sampe kebongkar, Pak Dadang juga bisa masuk penjara..Pak Dadang janji gak akan bilang siapa-siapa..”. Mau mengucapkan terima kasih, tapi aneh juga rasanya, pikir Tian yang akhirnya cuma mengangguk saja. Hari itu, Tian merasa lebih segar, kepala dan tubuhnya terasa enteng. Pusing dan rasa nyaman yang selama 4 hari kemarin dirasakannya, kini hilang sama sekali. Mungkinkah karena tadi malam ?, tanya Tian dalam hati. Malam hari, Tian sedang istirahat seperti biasa, menonton tv sambil bermalas-malasan di ranjangnya.
Dia memandangi pintu geser yang menuju beranda kamarnya. Bukankah kemarin ia telah mengunci pintu itu, tapi Dadang masih bisa masuk. Saat sedang bingung, suara terdengar dari pintu yang tertutup tirai itu.
“cek klek klek”. Tian membuka tirai, terlihat Dadang sedang jongkok. Rupanya begitu, Dadang mengakali lubang kunci pintu beranda dengan semacam peniti, jepit rambut, jarum, dan semacamnya seperti di film-film. Begitu terbuka, Dadang langsung masuk ke dalam kamar.
“non Tian, Pak Dadang numpang tidur di sini lagi yaa hehe..”. Dadang langsung melucuti pakaiannya hingga tinggal kolor saja dan tidur menyamping di ranjang Tian seolah kamarnya sendiri. Tian duduk di sisi tepi ranjang yang satunya.
“Paaakkhhh…”. Tak butuh hitungan menit, Dadang sudah berada di atas Tian dan sedang asik mencumbui gadis belia nan cantik itu dengan membabi buta. Tanpa disadari, malam itu, Tian mengukuhkan dirinya sendiri sebagai budak seks Dadang, supirnya. Secara resmi, Tian memang tak bilang kalau dia adalah budak seks.
Tapi, kalau dilihat dari mudahnya Dadang mengakses tubuh Tian, dan ketidakmampuan Tian untuk melawan keinginan Dadang, tak salah lagi kalau Tian sudah jadi budak seks Dadang sejak malam itu, tempat pelampiasan nafsu Dadang yang memang membutuhkannya karena dia sudah lama menduda. Sejak malam itu, Tian tak pernah mengunci pintu berandanya lagi. Dadang jadi mudah keluar masuk kamar Tian. Begitu beruntungnya Dadang, Tian kini melayaninya dengan sepenuh hati. Tian memang sudah takluk dengan keperkasaan Dadang di ranjang. Kini, tak ada yang bisa lebih membahagiakan Tian selain Dadang. Di pikiran Tian hanya memikirkan bagaimana membuat Dadang senang sebagai imbalan. Kemesraan itu terus berlanjut sampai orang tua Tian pulang. Meskipun begitu, Dadang tetap berani ‘mengunjungi’ Tian.
“jangan, Pak…papa sama mama Tian bisa denger..”, bisik Tian ke Dadang yang baru ‘sampai’ di beranda.
“rasss faaa sssaa hsss ysss”, Tian sama sekali tak mengerti desisan Dadang, tapi bunyinya seperti Parseltongue yang digunakan Harry Potter.
“nah sekarang non Tian tenang ajaa, gak bakal ada yang denger..”.
“ta..taapi, Pak..”. Dadang langsung menggendong Tian ke ranjang. Malam itu, Tian sedikit melakukan penolakan. Dia menjauhkan tangan Dadang yang selalu berusaha menggerayangi selangkangannya. Dia benar-benar takut, jika tiba-tiba ibu atau ayahnya bisa masuk ke dalam kamarnya dan mendapati dirinya sedang bermesraan dengan Dadang dalam keadaan bugil. Meski dia sudah mengunci pintu kamar, tapi tetap saja Tian merasa takut. Tian memang merasa cemas, tapi dia tak bisa begitu saja mengabaikan geli-geli nikmat yang ia rasakan. Dadang sedang menciumi leher Tian untuk merangsangnya.
“bener-bener ng..gak keedeng..ngeran kan, Pak ?”.
“iya non..seratus persen yakin hehehe..”. Akhirnya, Tian tak menghalangi tangan Dadan lagi yang sedari tadi ingin menggerayangi tubuhnya. Seperti yang dikatakan Dadang, orang tua Tian sepertinya tak tahu kalau anak mereka itu bergumul dengan supir mereka setiap malam hari tanpa terlewat satu hari pun.
Malam demi malam berlanjut. Kehangatan dan kemesraan mereka semakin memuncak. Tian dan Dadang lebih mirip pasutri dibandikan majikan dan supir. Tian merasa nyaman berada di dekat Dadang, tak ingin Dadang jauh terlalu lama, cemburu jika melihat Dadang berbicara dengan perempuan lain meski Ijah sekalipun, bahkan di sekolah, Tian selalu terbayang-bayang Dadang. Jatuh cinta dengan cara yang aneh dan tak di sengaja. Tian pun mau mengubah penampilannya menjadi feminim dan lebih sering mengenakan gaun. Gaya rambutnya pun diubah. Tian menjadi gadis feminim hanya karena Dadang, supir tua yang jelek yang memintanya. Memang, tak sepenuhnya karena Dadang. Kedua orang tua Tian memang sudah menyuruh Tian untuk merubah gaya penampilannya, namun Tian masih enggan. Tapi karena permintaan Dadang, Tian pun segera mengubah penampilannya. Mengapa gadis secantik Tian lebih menurut pada pria tua dan jelek seperti Dadang dibandingkan orang tuanya ?. Jawabannya mudah, rasa sayang dan cinta. Aneh ? pasti. Tidak wajar ? tentu. Bagaimana bisa Tian jatuh cinta dengan seorang Dadang yang jauh dari kata tampan, juga tak mendekati kaya raya. Kata orang, jika ada seorang wanita cantik jatuh cinta kepada pria yang jelek dan tidak kaya biasanya disebabkan kebaikannya. Tapi, Dadang ?. Tian tak mau ambil pusing, dia hanya menikmati hubungannya dengan Dadang sekaligus menerima takdirnya.
“tok ! tok ! tok !”.
“Tian !!”. Tian yang terkejut langsung memisahkan bibirnya yang tadi sedang menempel dengan bibir Dadang.
“gimana nih, Pak ??”. Tian terlihat panik.
“tenang aja, non..jawab aja, kan pintunya kekunci ini..”.
“iya, Mah ?!”.
“Tian !”. Dadang pun menon-aktifkan ajiannya.
“Tian !”.
“iya, Mah ?!”.
“ayo kamu makan malem dulu..di kamar aja dari pulang sekolah..”.
“iya, Mah sebentar lagi Tian turun..”.
“jangan lama-lama, udah ditungguin Papa di bawah..”.
“iya Mah..”. Ibu Tian turun ke bawah lagi tanpa pernah tahu kalau anaknya sedang asik bermesraan dengan Dadang tanpa mengenakan apapun.
“non Tian makan dulu gih..”, ujar Dadang sambil terus meremasi bongkahan pantat Tian.
“Pak Dadang mau dibawain makanan juga ?”.
“boleh non, hehe..”. Tian turun dari ranjang, mengenakan pakaiannya lagi. Tian mengemut permen yang diambilnya sebelum keluar kamar. Permen wangi untuk menghilangkan bau sperma yang ada di mulutnya. Usai makan malam bersama dengan orang tuanya, Tian pun kembali ke kamarnya dengan membawa makanan untuk Dadang (inspired by sis Yo’s story, Feby). Selesai makan, Dadang dan Tian menonton tv sambil sesekali melakukan foreplay ringan. Hanya 3 menit saja Tian bisa mempertahankan pakaian yang menempel di tubuhnya. Dadang dengan mudah dan leluasa menelanjangi artis belia itu. Sungguh malam yang penuh kehangatan. Penuh gairah dan hasrat, keduanya bercinta layaknya sepasang suami-istri yang sudah lama tak berhubungan intim.
Putri Titian, artis muda nan cantik yang dulu tomboy kini berubah menjadi feminim. Yang dulu lugu dan ceria kini jadi maniak seks. Di luar sana, banyak orang mengidolakannya dan berebutan ingin dekat dengannya, atau setidaknya berfoto bersama, dapat tanda tangannya, atau menjabat tangannya.
Tapi, Tian sendiri punya idolanya, tak lain dan tak bukan adalah Dadang, supir pribadinya yang telah memperkosanya namun tak ayal, telah memperkenalkan kepada Tian, kenikmatan surga duniawi. Kenikmatan yang telah membuat Tian sangat ketagihan digagahi Dadang. Tian dan Dadang, sepasang kekasih yang berbeda segala-galanya, mulai dari wajah, umur, dan harta benda. Namun, semua itu tak ada artinya, di atas ranjang, mereka berdua sama. Tian membutuhkan keperkasaan Dadang untuk merasa menjadi wanita seutuhnya, dan Dadang tentu membutuhkan Tian untuk melampiaskan nafsunya.
Memang sebuah hubungan rahasia yang sangat ditutupi dengan rapat-rapat oleh Tian dan Dadang. Tapi, mungkin saja, mereka akhirnya memberi tahu kepada media dan khalayak. Mungkinkah ? jawabannya 70% mungkin, sebab Tian tak datang bulan dan mual-mual belakangan ini. Sepertinya, perbuatan Dadang yang selalu menumpahkan air maninya di rahim Tian akhir-akhir ini telah membuat Tian menunjukkan gejala-gejala wanita hamil. Well, kita tunggu saja beritanya.
No comments:
Post a Comment
disemat di bawah entri